Ada satu permainan…
Permainan, unik sekali…
Orang naik kuda, tapi kuda bohong….
Namanya kuda lumping.....
Itu kuda lumping, kuda lumping, kuda lumping lompat-lompatan....
Sebait
potongan lagu dangdut milik Rhoma Irama di atas terinspirasi dari
permainan kesenian rakyat, tari kuda lumping, yang hingga kini masih
tumbuh berkembang di banyak kelompok masyarakat di nusantara. Tarian
tradisional yang dimainkan secara ”tidak berpola” oleh rakyat kebanyakan
tersebut telah lahir dan digemari masyarakat, khususnya di Jawa, sejak
adanya kerajaan-kerajaan kuno tempo doeloe. Awalnya, menurut sejarah,
seni kuda lumping lahir sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga memiliki
kemampuan (kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan
elite kerajaan yang memiliki bala tentara. Di samping, juga sebagai
media menghadirkan hiburan yang murah-meriah namun fenomenal kepada
rakyat banyak.
Kini,
kesenian kuda lumping masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup
membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini
keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian
asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang
tinggi. Hingga saat ini, kita tidak tahu siapa atau kelompok masyarakat
mana yang mencetuskan (menciptakan) kuda lumping pertama kali.
Faktanya, kesenian kuda lumping dijumpai di banyak daerah dan
masing-masing mengakui kesenian ini sebagai salah satu budaya
tradisional mereka. Termasuk, disinyalir beberapa waktu lalu, diakui
juga oleh pihak masyarakat Johor di Malaysia sebagai miliknya di samping
Reog Ponorogo. Fenomena mewabahnya seni kuda lumping di berbagai
tempat, dengan berbagai ragam dan coraknya, dapat menjadi indikator
bahwa seni budaya yang terkesan penuh magis ini kembali ”naik daun”
sebagai sebuah seni budaya yang patut diperhatikan sebagai kesenian asli
Indonesia.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar